Selasa, 29 Desember 2015

Lupa Cara Berjalan

Kita perlu intropeksi, bahwa kita sudah terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor. Bahkan saya, yang notabenenya tidak membawa sepeda motor di Undip tetap termasuk dalam tingkatan yang terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor (apalagi mereka yang membawa sepeda motor).
Hal ini saya sadari tadi sore, ketika saya baru sampai di Tembalang setelah sejak 5 hari sebelumnya saya pulang kampung. 
Waktu menunjukkan pukul 17.00, sementara saya belum sholat asar. Jadilah saya langsung naik angkot dari patung Diponegoro menuju Masjid Kampus untuk mengejar waktu sholat asar.
Singkat cerita, setelah sholat sudah tidak ada lagi angkot yang melintas. Kalaupun ada, pasti angkotnya tidak mau mengantar saya masuk ke dalam kampus (ke dekat kos saya) soalnya ini hari libur kuliah. Sebelumnya pun saya sudah bertanya pada sopir angkot patungdiponegoro-masjidkampus, "Lek, niki angkote masuk kampus nopo mboten? (Angkotnya masuk kampus apa tidak?)", sopir menjawab, "Nggak, cuma sampai bunderan depan saja."
Nah, karena angkot tidak memungkinkan untuk mengantar saya ke dekat kos, saya sudah berpikir untuk jalan kaki sampai kos. Hitung-hitung olahraga.
Saya sempat menghubungi teman-teman fisika yang sudah di Tembalang yang sedang sela waktu untuk minta tebengan, tetapi kebetulan tidak ada yang sela. Ya sudah, saya jalan kaki saja.
Di sinilah sensasinya muncul!
Selama ini saya sudah sering melewati jalan tanjakan setelah gerbang Undip, sering sekali. Hampir setiap hari, dan hampir setiap kalinya saya lakukan dengan nebeng naik motor. Namun, ketika saya melewatinya dengan berjalan, kondisi jalannya seakan-akan berubah. Ada banyak pemandangan/objek yang dapat saya amati lamat-lamat, dan saya amati lebih dalam daripada biasanya.
Karena saya jalan kaki, ritme perjalanan saya santai, dan dengan demikian saya punya banyak waktu untuk menikmati keindahan perjalanan. Beda halnya ketika naik motor, ritme perjalanan cepat (dan cenderung tergesa-gesa), sampai-sampai tidak sempat menikmati perjalanan. 
Hal yang sama terjadi sepanjang perjalanan. Saya merasa kalau setiap jengkal yang saya lewati merupakan tempat baru, bukan baru dalam arti sebenarnya, tetapi baru dalam artian saya baru benar-benar memperhatikan tempat itu.
Saya juga sempat berhenti untuk mengambil foto, ini salah satunya:
Foto jalan di samping Aula FPIK/depan Teknik Industri
Demikianlah, jalan kaki bukan berarti capek, jalan kaki justru membuat kita semakin menikmati perjalanan dan semua keindahan yang ada.
Maka dari itu, besok-besok sekali-kali, lepaskan kunci motor kalian, biarkan motor kalian beristirahat. Berjalanlah! Dan rasakan kenikmatannya.


0 komentar:

Posting Komentar