Kamis, 31 Desember 2015

Melihat dengan Rumit: Kembang Api

 
Jussh, dyarr… 
 
Ini malam hari raya. Kembang api bertebaran di langit.
Natrium menghasilkan warna kuning keemasan, sedangkan Barium menghasilkan warna hijau. Campuran tembaga memberi warna biru, garam Stronsium merah dan logam Titanium menghasilkan kilau perak.
Karbon digunakan untuk bahan bakar, dan oxidizer menyediakan oksigen untuk pembakaran. Magnesium untuk meningkatkan kecerahan, Kalsium memperkuat warna, sedangkan Antimon memberi efek kilatan cahaya.
Alah mboh ah, ndelok kembang api ngono ae tek leren nyinaoni fisika-kimia leh. Wong angger didelok yo apik og. Dipikir nganggo fisika-kimia malah ora iso nikmati.” Joko berontak.
Ya sudahlah, sepertinya Joko ada benarnya—walaupun sedikit. Sesekali saya harus meninggalkan sudut pandang ilmuwan, dan menikmati keindahan dengan sudut pandang manusia kebanyakan.
Kembang api itu indah, warna-warni, kelap-kelip, dan meriah. Ya, ya, ia memang indah. Tapi tetap akan lebih indah jika ia dilihat tidak sekedar dari sisi estetika. Masih ada banyak keindahan dari sisi lain: banyak sekali keindahan yang terjadi pada dimensi ruang yang sangat kecil dalam rentang waktu singkat ketika ia meletus. Setiap unsur yang berbeda memberi warna berbeda ketika ia terbakar, konsentrasi senyawa yang ditingkatkan untuk mempersingkat waktu reaksi, panjang gelombang setiap warna yang ditangkap mata, kekekalan momentum arah horizontal, dan masih banyak lagi keindahan lainnya jika kita semakin masuk ke dalam skala teknis yang lebih kecil—dalam sudut pandang ilmuwan. Tapi lupakan, karena saat ini saya sedang ingin menikmatinya dengan sudut pandang orang kebanyakan.

Jussh, dyar...
 
***
 
Itu tulisan saya 16 Juli 2015 lalu, saya tulis di malam Idul Fitri. Sekarang bukan malam Idul Fitri, tapi mungkin kejadiannnya akan sama (yaitu kembang apinya), bahkan kali ini akan lebih banyak kembang api yang akan meletus di sini, di Semarang.
Rasanya aneh, sudah banyak hal yang berubah. Di sini saya justru sering memakai sudut pandang orang kebanyakan daripada sudut pandang seorang ilmuwan, tidak seperti dulu lagi.

Pertama Kali Ke KFC


Saya lupa terus hendak bercerita tentang hal ini. 
Hari Selasa kemarin saya pertama kali datang ke KFC. Kedatangan itu karena saya hendak bertemu dengan beberapa teman saya di Fisika 2015 untuk membahas suatu hal.
Di KFC saya membeli apa? 
Asal kalian tahu, saya tidak beli apa-apa. Saya justru membawa emping jagung yang saya bawa dari rumah (saya baru saja pulang kampung). 


Memakannya dengan nikmat, dengan memasukkan emping ke rice box KFC yang sebelumnya dipesan teman saya, lalu mengambil saus KFC secara cuma-cuma. Diaduk, lalu dimakan.
Mantap!
Semuanya justru berebut memakan emping yang saya bawa. Haha.

Rabu, 30 Desember 2015

Kitkat Lebih Baik


Ceritanya begini, beberapa waktu yang lalu saya meng-upgrade sistem hp saya ke Android Lollipop. Hal itu saya lakukan setelah melihat hp teman saya (yang berjenis sama) yang secara ajaib berpenampilan elegan, beda jauh dengan tampilan hp saya. Usut punya usut, ternyata dia sudah meng-upgrade hpnya ke Android Lollipop, kemduian memberi beberapa sentuhan tambahan sehingga tampilan-tampilan yang ada berbeda dengan hp saya.
Pada dasarnya saya memang bosan dengan tampilan hp saya, yang menurut saya biasa saja dan gak ada keren-kerennya (padahal pas awal-awal saya melihatnya keren). Kemudian saya mendapat stimulan berupa tampilan hp teman saya, yang begitu kerennya, saya bertekad untuk meng-upgrade hp saya.

***

Setelah saya upgrade, ternyata benar bahwa tampilan hp saya terasa lebih bagus dan lebih modern. Ada banyak pilihan tema yang bagus dan pemakaiannya mudah. Akhirnya hp saya jadi keren :)
Tapi...

***

Keren sih keren, tapi baterai saya cepat habis. Benar-benar cepat habis. Jam 10.00 kondisi baterai saya hampir full, jam 12.00 baterainya sudah 50%, jam 13.00 sudah sekarat dan sisanya saya menjalani kehidupan kampus dengan kondisi hp mati. 
Bagaimana ini? 
Akhirnya saya memilih downgrade hp saya ke Android Kitkat, yang ternyata lebih baik daripada Lollipop. Ternyata Lollipop boros baterai, sementara mayoritas fitur hp tidak berubah. Huh.
Sekarang saya sudah kembali bersama Kitkat. Pagi hari baterai hp full, sampai malam pun tetap kuat terjaga. Alhamdulillah...

*Hp saya Asus Zenfone 5

Selasa, 29 Desember 2015

Learning How To Learn #1


Sebagaimana semua keterampilan lainnya, belajar pada dasarnya sama. Belajar merupakan salah satu bentuk keterampilan yang membutuhkan skill untuk meningkatkan efektivitasnya.
Bedanya, jika keterampilan umum hasil efektifnya dapat dilihat secara fisik, maka belajar tidak. Efektivitas belajar dilihat dari tingkat retensi yang didapat setelah proses belajar. Retensi sendiri merupakan istilah lain untuk tingkat pemahaman. Jika setelah belajar sesuatu hanya ada 15% yang menetap di otak, maka tingkat retensinya adalah 15%. Semakin tinggi tingkat retensi berarti semakin baik/efektif proses belajar yang dilakukan.
Kabar baiknya, tingkat retensi dapat ditingkatkan. Dengan mengerti (dan melaksanakan) cara belajar yang benar, maka tingkat retensi dapat meningkat. Yang semula hanya 15% menjadi 85% (atau bahkan 100%). Jika tingkat retensi mencapai 85%, atau dengan kata lain hampir semua yang kita pelajari kita pahami dan menetap dalam otak, yakinlah, belajar merupakan salah satu hal terasik yang akan kita jalani.

Tapi, bagaimana caranya?

Untungnya telah ada banyak (sekali) penelitian yang membahas tentang hal ini, tentang learning how to learn, maka kita bisa memilah langkahnya dengan mudah.

Paham Kegunaan Belajar

Hal pertama dan hal terpenting yang harus dilakukan dalam langkah learning how to learn adalah paham kegunaan dari belajar. Di sini harus dipahami manfaat dari mempelajari sesuatu. Misalkan kita memperlajari fisika, maka agar belajar menjadi efektif kita harus mengetahui manfaat dari mempelajari fisika.
Manfaat ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Untuk manfaat langsung, dalam konteks belajar fisika maka harus dipahami bahwa (misal) dengan belajar tentang listrik kita dapat memahami prinsip dasar alat-alat elektronik yang ada di sekitar kita. Dan jika ternyata ada sedikit kerusakan pada rangkaian elektronik tersebut kita dapat memperbaikinya. Belajar sejarah tentang kemerdekaan, manfaat langsungnya kita dapat mengetahui dengan benar proses tercapainya kemerdekaan Indonesia, paham pahit-getir yang terjadi selama prakemerdekaan. Sehingga ketika hari kemerdekaan Indonesia diperingati, kita tidak sekedar berucap “Merdeka!” tanpa pemaknaan di balik kata itu, juga tidak sekedar mengikuti upacara tanpa ada esensinya. Sebaliknya, kita memperingati seluruh suka-duka kemerdekaan dengan sebenar-benarnya. Masih banyak lagi lainnya.


Selanjutnya manfaat tidak langsung. Belajar apapun selama dilakukan dengan benar pasti akan memberi manfaat positif, dan seringkali manfaat tersebut tercapai secara tidak langsung. Ini yang sering didengungkan oleh guru saya selama sekolah: “Integral dan limit, pada dasarnya tidak digunakan secara praktis di kehidupan nyata! Tetapi integral, limit, trigonometri, atau apapun itu yang kamu pelajari di matematika akan membentuk pola pikir kamu di kehidupan nyata. Membantu dalam melihat permasalahan dan menyelesaikannya. Membantu dalam mencapai solusi terbaik dalam waktu sesingkat-singkatnya.” Demikianlah, belajar yang benar dapat membentuk pola pikir, yang akan selalu kita bawa ke manapun kita berada.
Selain itu, manfaat tidak langsung dari belajar adalah dapat meningkatkan kecerdasan. Hal ini seperti yang telah saya sampaikan di awal, bahwa dengan melaksanakan belajar yang benar maka tingkat retensi dapat meningkat. Dengan demikian mayoritas yang kita pelajari dapat kita pahami, atau dengan kata lain kita menjadi cerdas. Kecerdasan dapat menggiring kita untuk memiliki pengetahuan yang luas, percayalah, menjadi orang berpengetahuan luas itu sangat mengasikkan. Diajak ngobrol ke Timur nyambung, diajak ngobrol ke Barat nyambung, dan semacamnya.
Dan yang terakhir, di samping semua manfaat itu, belajar yang benar dapat membantu kita untuk mencapai kepuasan batin yang lebih hakiki, merasakan ladzat-nya ilmu pengetahuan, dan kecanduan terhadapnya.


Lupa Cara Berjalan

Kita perlu intropeksi, bahwa kita sudah terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor. Bahkan saya, yang notabenenya tidak membawa sepeda motor di Undip tetap termasuk dalam tingkatan yang terlalu sering mengendarai kendaraan bermotor (apalagi mereka yang membawa sepeda motor).
Hal ini saya sadari tadi sore, ketika saya baru sampai di Tembalang setelah sejak 5 hari sebelumnya saya pulang kampung. 
Waktu menunjukkan pukul 17.00, sementara saya belum sholat asar. Jadilah saya langsung naik angkot dari patung Diponegoro menuju Masjid Kampus untuk mengejar waktu sholat asar.
Singkat cerita, setelah sholat sudah tidak ada lagi angkot yang melintas. Kalaupun ada, pasti angkotnya tidak mau mengantar saya masuk ke dalam kampus (ke dekat kos saya) soalnya ini hari libur kuliah. Sebelumnya pun saya sudah bertanya pada sopir angkot patungdiponegoro-masjidkampus, "Lek, niki angkote masuk kampus nopo mboten? (Angkotnya masuk kampus apa tidak?)", sopir menjawab, "Nggak, cuma sampai bunderan depan saja."
Nah, karena angkot tidak memungkinkan untuk mengantar saya ke dekat kos, saya sudah berpikir untuk jalan kaki sampai kos. Hitung-hitung olahraga.
Saya sempat menghubungi teman-teman fisika yang sudah di Tembalang yang sedang sela waktu untuk minta tebengan, tetapi kebetulan tidak ada yang sela. Ya sudah, saya jalan kaki saja.
Di sinilah sensasinya muncul!
Selama ini saya sudah sering melewati jalan tanjakan setelah gerbang Undip, sering sekali. Hampir setiap hari, dan hampir setiap kalinya saya lakukan dengan nebeng naik motor. Namun, ketika saya melewatinya dengan berjalan, kondisi jalannya seakan-akan berubah. Ada banyak pemandangan/objek yang dapat saya amati lamat-lamat, dan saya amati lebih dalam daripada biasanya.
Karena saya jalan kaki, ritme perjalanan saya santai, dan dengan demikian saya punya banyak waktu untuk menikmati keindahan perjalanan. Beda halnya ketika naik motor, ritme perjalanan cepat (dan cenderung tergesa-gesa), sampai-sampai tidak sempat menikmati perjalanan. 
Hal yang sama terjadi sepanjang perjalanan. Saya merasa kalau setiap jengkal yang saya lewati merupakan tempat baru, bukan baru dalam arti sebenarnya, tetapi baru dalam artian saya baru benar-benar memperhatikan tempat itu.
Saya juga sempat berhenti untuk mengambil foto, ini salah satunya:
Foto jalan di samping Aula FPIK/depan Teknik Industri
Demikianlah, jalan kaki bukan berarti capek, jalan kaki justru membuat kita semakin menikmati perjalanan dan semua keindahan yang ada.
Maka dari itu, besok-besok sekali-kali, lepaskan kunci motor kalian, biarkan motor kalian beristirahat. Berjalanlah! Dan rasakan kenikmatannya.


Jumat, 11 Desember 2015

Silahkan Tidak Masuk Kuliah


Silahkan untuk sesekali tidak masuk kuliah, jika kamu menggantikannya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat: belajar, menyalurkan hobi, menggapai cita-cita dan lain sebagainya.
Jangan sekali-sekali tidak masuk kuliah, jika alasan yang kamu pakai hanyalah kemalasan, atau untuk melakukan kegiatan lain yang kurang bermanfaat.

Senin, 07 Desember 2015

Inspiratif Talk Show Bersama Ricky Elson dan Tim Antawirya Undip

Kemarin saya merelakan untuk tidak mengikuti Kuliah Umum Fisika Material karena masih menyelesaikan tugas prototype fisika, alhamdulillah hari ini saya menerima ganti yang lebih baik. Hari ini tadi saya mengikuti Inspiratif Talk Show Bersama Ricky Elson dan Tim Antawirya Undip di Gedung Geothermal Undip. 
Tidak rugi saya meninggalkan kelas Fisdas untuk mengikuti acara ini, karena acara ini benar-benar bermanfaat dan menggugah semangat. 

*Review dari acara ini saya tulis besok (semoga sempat)


Diskusi Para Mbambung

Di setiap tingkatan perkumpulan manusia, entah itu berupa kelas sekolah, RT, desa, atau apapun, selalu ada kelompok manusia yang tidak diperhitungkan secara serius dalam tingkatan tersebut. Mereka hanya dianggap sebagai angin lalu yang tidak punya arti efektif dalam tingatan tersebut. Dalam konteks kehidupan bernegara, maka orang-orang tersebut adalah orang-orang pinggiran yang pendidikan formalnya tidak memadai, tidak punya arti penting dalam konteks negara.
Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa keberadaan mereka yang tidak diperhitungkan itu tetap mempunyai arti. Mereka, tanpa perlu dikomando, sering melakukan diskusi-diskusi serius membahas permasalahan di tingkatan mereka. Pendapat-pendapat terpendam mereka utarakan di situ, yang kemudian sering sekali tak tersampaikan ke pihak yang dituju. Bukan karena apa, mungkin saja takut, atau mungkin jika sudah disampaikan tidak digubris.
Tapi tak apalah... toh mereka sudah peduli. 
Ini tadi baru saja terjadi diskusi penting, diskusi membahas permasalahan negara (kecil) agar bisa terselamatkan.

*Mbambung dalam judul ini hanya kiasan, berarti orang yang tersisih, orang yang tidak diperhitungkan. Bukan dalam arti yang sebenarnya.
 

Sabtu, 05 Desember 2015

Tugas Kating Oh Tugas Kating....

Saya harus jujur, bahwa tugas angkatan dari kakak tingkat untuk fisika 2015 itu benar-benar menyusahkan. Kami harus berkumpul bersama dan menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan tugas yang mungkin sia-sia.
Namun demikian, saya juga harus jujur, saya harus mengakui bahwa walaupun tugas dari kakak tingkat itu menyusahkan, tugas-tugas itu membuat kita (fisika 2015) bisa berkumpul bersama, menyelesaikan tugas bersama-sama, menumbukan rasa kekeluargaan dan rasa memiliki bersama. Ternyata semua tugas ini tidak sia-sia.
Asal kalian tahu saja, ketika kami kumpul angkatan untuk menyelesaikan tugas itu, rasanya nyaman sekali! Mengerjakan tugas sambil tertawa bersama, lupa kalau deadline tugas sudah tidak lama lagi.

Foto dulu sebelum lanjut mengerjakan tugas :)

Coba dan terus dicoba

Ada yang mengerjakan prototype, ada yang mengerjakan modul, ada yang mengerjakan poster

Diskusi prototype di halaman gedung geothermal

Ini juga sama

***

Seharusnya pos ini sudah saya upload seminggu lalu, 28 November 2015. Nah, apa daya saat itu saya belum sempat. Maka, jadilah pos ini baru saya upload saat ini. Foto-foto itu diambil seminggu lalu.

Apa Kata Markesot Tentang Fisika Undip


Alhamdulillah.. kemarin sore buku yang saya tunggu-tunggu kedatangannya sudah sampai. 
Buku ini sempat membuat saya khawatir, karena ketika saya cek resi pengirimannya tertulis bahwa paket buku itu received on destination, sedangkan saya belum menerima buku itu. Saya khawatir dan terus-terusan kepikiran.
Di sela-sela khawatir itu akhirnya buku sampai, selang 3 hari dari hari pengiriman.  


Buku yang saya beli adalah Markesot Bertutur, karya Cak Nun. Ini sebenarnya buku apa? Simak saja deskripsi singkat yang ada di cover belakangnya:

Markesot adalah sosok lugu dan cerdas, mbeling, dan terkadang misterius. Dalam kesehariannya dengan sahabat-sahabatnya, Markembloh, Markasan, Markemon, dan lain-lain yang tergabung dalam Konsorsium Para Mbambung (KPMb), Markesot memperbincangkan seabrek problem masyarakat kita. Dari konflik politik internasional sampai soal celana. Dari tasawuf hingga filosofi urap. Dalam gaya bertutur khas Jawa Timuran yang penuh canda dan sindiran, Markesot mengajak kita meneropong kehidupan secara arif dan menemukan hakikat di balik nilai-nilai semu yang merajalela.

Singkatnya, buku ini berisi esai-esai Cak Nun yang bercerita tentang cara Markesot dalam melihat problem di sekitarnya (tentu saja dengan sudut pandang baru).
Saya tertarik dengan buku ini, karena buku ini benar-benar memberi sudut pandang baru dalam melihat sesuatu, dan mengajari untuk menggali mutiara dari tempat yang tidak terduga. Apa yang dikatakan Markesot sangat menarik, penuh canda, makna, dan sindiran. 
Dengan memahami sudut pandang Markesot, saya dapat melihat dunia ini dengan sudut pandang baru. Apa kata Markesot tentang ilmu, tentang kuliah, tentang fisika, tentang tradisi, dan semuanya. Saya akan tahu apa kata Markesot tentang Fisika Undip yang saat ini sedang saya tempati. Apa kata Markesot tentang semua ini.

Selasa, 01 Desember 2015

Blog Ini Tidak Terurus



"Semakin lama blog ini (Undip Strip) semakin terlihat tidak terurus," kata teman saya. 
Hal itu benar, blog ini memang tidak terurus. Tulisan di blog ini sudah usang, tulisan terakhirnya saja saya tulis tanggal 21 November, sedangkan sekarang sudah tanggal 1 Desember. Tidak ada lagi tulisan-tulisan up to date yang rutin saya upload satu kali sehari di blog ini.
Kenapa? Saya sebenarnya juga tidak tahu kenapa
Akhir-akhir ini saya bingung ingin menulis apa. Di kepala saya berkecamuk kecapekan karena aktivitas kuliah: mulai dari tugas, laporan, kehidupan angkatan, dan tentu saja tradisi kampus. Kecamuk itu menghambat tulisan-tulisan saya untuk selesai, sehingga banyak tulisan yang hanya berhenti di draft blog dan tidak pernah muncul di post blog. 
Mungkin itu adalah penjelasan yang pas. Bukannya saya tidak menulis (tidak mengurus) blog, tetapi kebanyakan tulisan saya belum tuntas, dan karenanya tidak ada tulisan yang masuk di post blog.
Tapi tenang saja, saya sudah mulai bisa mengendalikan kecamuk itu. Sebentar lagi blog ini aktif lagi kok :)